Masih ingat dengan film kartun Mickey Mouse? Tahukah Anda bahwa sosok kartun tikus lucu itu lahir dari ide brilian Walter alias Disney yang semasa kecilnya dulu sering melihat tikus berkeliaran di sekitar ladang milik pamannya. Tikus-tikus liar dan menjijikkan itulah yang kemudian memacu Walter untuk membuat sketsa tentang sosok tikus yang lucu, menarik, dan tidak menjijikkan. Akhirnya jadilah gambar sesosok tikus yang bertelinga bulat, bermata besar, bertubuh kurus, beserta atribut celana pendeknya. Itulah sosok Mickey Mouse yang menjadi cikal bakal film kartun animasi pertama yang dibuat oleh Walter.
Bersama Mickey Mouse ciptaannya, lahirlah film “Steamboat Willie” yang disusul dengan film-film animasi lainnya, mulai dari “Flower and Trees”, “Snow White and the Seven Dwarfs”, “Pinochio”, ”Fantasia”, ”Dumbo”, “Bambi”, hingga “Toy Story”. Film-film animasi itu telah mengusung Walt Disney menuju ke masa kejayaan sebagai seorang bintang di Hollywood.
Film animasi saat ini boleh dibilang menjadi salah satu tambang emas di dunia hiburan. Film jenis ini selalu mampu meraih jumlah penonton yang besar sekaligus menyedot keuntungan yang tak sedikit. Bahkan, kini film animasi tidak lagi diproduksi hanya untuk anak-anak. Sudah ada animasi untuk remaja, bahkan dewasa. Film animasi “The Simpson” bisa dijadikan sebagai bukti. Meskipun tokoh utamanya juga ada anak-anak, “The Simpson” bukan untuk tontonan anak-anak.
Film-film animasi yang dibahas di atas kebanyakan buatan Amerika. Meski demikian, bukan berarti gaung film animasi di Asia tidak membahana. Jepang, misalnya, telah mengembangkan film animasi sejak tahun 1913. Dalam perkembangan selanjutnya, Amerika dan Jepang banyak bersaing dalam pembuatan film animasi. Amerika dikenal dengan animasinya yang menggunakan teknologi canggih dan kadang simpel. Sedangkan animasi Jepang mempunyai jalan cerita yang menarik dan gaya yang khas.
Lalu bagaimana dengan perkembangan animasi di Indonesia? Sebenarnya, pada tahun 1955 Indonesia sudah mampu membuat film animasi seiring dengan munculnya film berjudul “Si Doel Memilih” karya Dukut Hendronoto. Film animasi 2 dimensi tentang kampanye pemilihan umum pertama di Indonesia itu menjadi tonggak dimulainya animasi modern di negeri ini.
Lalu, pada tahun 1980-an, muncul film animasi produk Indonesia yang menjadi favorit anak-anak, yaitu “Si Huma”. Lantas, di tahun 2004, ada pula film cerita panjang berjudul “Homeland”. Film animasi berdurasi 30 menit itu dianggap sebagai film animasi 3 dimensi yang pertama di Indonesia dan menjadi babak baru bagi dunia peranimasian di bumi Nusantara.
Awal Mula Munculnya Animasi
Animasi adalah salah satu elemen multimedia yang memang sangat menarik, Sebab, ia mampu membuat sesuatu seolah-olah bergerak. Padahal animasi adalah rangkaian sejumlah gambar yang ditampilkan secara bergantian. Animasi tidak hanya berguna untuk film saja. Dalam dunia situs web, animasi digunakan untuk memberikan sentuhan manis pada situs. Bahkan bagi dunia pendidikan, animasi juga dapat digunakan sebagai alat bantu untuk menjelaskan sesuatu agar orang yang diajar bisa lebih memahami maksud suatu konsep.
Kata “animasi` sebenarnya adalah penyesuaian dari kata “animation”, yang berasal dari kata dasar “to animate” yang dalam kamus umum Inggris-Indonesia berarti “menghidupkan”. Secara umum, animasi merupakan suatu kegiatan menghidupkan atau menggerakkan benda mati. Maksudnya, sebuah benda mati diberikan dorongan kekuatan, semangat, dan emosi untuk menjadi hidup dan bergerak atau hanya berkesan hidup.
Sebenarnya, sejak zaman dulu, manusia sudah mulai melakukan teknik animasi, yakni dengan mencoba “menganimasi” gerak gambar binatang. Hal itu terungkap oleh penemuan para ahli purbakala di gua Lascaux di Spanyol Utara, yang sudah berumur 200.000 tahun lebih. Di dinding gua itu, mereka menemukan gambar binatang dengan jumlah kaki delapan yang posisi badannya tengah bertumpuk-tumpuk. Di duga, dulu manusia purba yang hidup di gua itu telah membuat semacam “gambar bergerak” dengan cara menumpuk-numpuk gambar atau sketsa binatang.
Di belahan bumi yang lain, di Mesir, ada gambar para pegulat sedang bergumul yang susunannya berurutan pada dinding. Para arkeolog memperkirakan dekorasi di dinding itu dibuat oleh orang-orang Mesir kuno pada tahun 2000 sebelum Masehi.
Sementara di Jepang, para arkeolog menemukan gulungan lukisan kuno yang memperlihatkan suatu alur cerita yang hidup, yang diperkirakan dibuat pada masa Kerajaan Heian, yakni sekitar tahun 794-1192.
Sedangkan di Eropa, pada abad ke-19 sudah muncul mainan yang disebut Thaumatrope. Mainan ini berbentuk lembaran cakram tebal yang di permukaannya terdapat gambar burung dalam sangkar. Kedua sisi kiri dan kanan cakram tersebut diikat dengan seutas tali. Bila cakram tebal itu dipilin dengan tangan, maka gambar burung itu akan tampak bergerak. Dengan demikian, mainan ini bisa dikategorikan sebagai animasi klasik.
Dan di tahun 1892, Emile Reynauld mengembangkan mainan gambar animasi yang disebut Praxinoscope. Mainan ini berupa rangkaian ratusan gambar yang diputar dan diproyeksikan pada sebuah cermin sehingga tampak menjadi sebuah gerakan seperti layaknya film. Mainan ini selanjutnya dianggap sebagai cikal bakal proyektor pada bioskop.
Di Indonesia? Mungkin kita juga bisa mengklaim bahwa pada 4 hingga 3 juta tahun yang lalu dalam peradaban budaya Indonesia sudah ada lukisan animasi. Hal itu dibuktikan dengan lukisan-lukisan yang ada di Gua Leang-Leang (Sulawesi), beberapa gua di Kalimantan Timur, serta gua-gua yang masih murni tersimpan di alam Papua. Di Pulau Jawa, sejak zaman dulu juga sudah ada seni “menghidupkan bayangan”, yakni seni memainkan Wayang Kulit dan beberapa jenis Wayang lainnya.
Meski demikian, harus diakui bahwa jika bicara tentang film animasi, memang seni itu lahir dan datang dari luar. Negeri ini menjadi tempat migrasi budaya urban tersebut dan mengadopsinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar